Menangkis pemimpin bermental korupsi dengan implementasi kurikulim berbasis IQ EQ dan SQ di dunia pendidikan
Pendidikan adalah investasi paling mulia dan jalan paling terhormat untuk mengentaskan kebodohan dan kemiskinan. Pendidikan bahkan merupakan salah satu amanat yang disampaikan dalam pembukaan undang-undang dasar republik Indonesia. Hal ini jadi indikasi bahwa Founding father ingin Indonesia menjadi bangsa yang maju melalui pendidikan. Pendidikan membangun pola fikir, menambah wawasan, dan menjanjikan masa depan yang lebh baik. Sehingga banyak orang yang rela berkorban uang dan waktu untuk mendapatkan pendidikan terbaik.
Dalam UU No.2 tahun 1989 ditegaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME. Dalam bahasa sederhana pendidikan bertujuan membuat objek didiknya terlepas dari ketidaktahuaan dan ketidakbenaran. Tujuan pendidikan yang sangat mulia tersebut sering dinodai oleh orang-orang “terdidik” yang justru menjadi pencuri dan penghianat negara sendiri. Membuat negara kita terkenal sebagai salah satu negeri pendidik koruptor terbaik dimata dunia.
Setiap hari kita dikagetkan dengan berita orang-orang berdasi dengan gelar panjang mengiringi namanya justru berakhir dalam jeruji besi. Padahal mereka bukan orang miskin yang harus terpaksa mencuri untuk sekedar makan. Sebaliknya mereka justru adalah orang-orang pintar dengan kecerdasan tinggi, namun serakah, tidak terkendali, miskin karakter, miskin emapati, tidak pernah merasa cukup dan miskin rasa syukur.
Salah satu penyebab fenomena seperti ini sering terjadi, dikarenakan kurang seimbangnya penanaman kecerdasan intektual (IQ), emosional (EQ), dan spiritual (SQ) dalam dunia pendidikan, yang selama ini lebih menitik beratkan hanya pada kecerdasan intelektual saja. Keseimbangan ketiganya secara porposional mutlak dibutuhkan untuk membangun bangsa dengan mental anti-korupsi.
Kecerdasan intelektual (IQ) adalah ukuran kemampuan intelektual, analisis, dan logika seseorang. Melalui IQ peserta didik menjadi tahu tentang ilmu matematika, astronomi, teknologi, budaya, bahasa dan ilmu sosial. Intelektual yang terasah selanjutnya membutuhkan kawalan dari EQ dan SQ.
EQ (Emotional Quotients) merupakan ukuan kecerdasan yang menitikberatkan pada perasaan. EQ ini dapat berupa kemampuan mengenali, mengendalikan, dan menata perasaan sendiri dan perasaan orang lain sehingga dapat menjalin hubungan yang sehat dengan orang lain. EQ juga berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam mengenal dan mengatur emosi. Dengan EQ maka, kita bisa bekerjasama dengan orang lain dan berkolaborasi membangun bangsa dengan jalan sehat. Jiwa emapati membuat kita mawas diri, berpikir sebelum bertindak, dan tidak mudah tersinggung.
SQ (Spiritual Quotients) merupakan ukuran kecerdasan jiwa yang berasal dari dalam hati yang membantu seseorang membangun dirinya secara utuh, tetapi tidak terikat dengan budaya atau nilai tertentu. Seseorang yang menguasai SQ akan selalu berhati-hati dalam bertindak, tidak akan melakukan sesuatu yang berlawanan dengan aturan dan merugikan orang lain karena yakin bahwa selalu ada zat maha mulia yang selalu mengawasi setiap gerakannya.
Penguasaan IQ, EQ, dan SQ secara seimbang dapat melahirkan banyak pemimpin inspirasif bermental anti-korupsi yang akan menghantar Indonesia menuju masa depan yang lebih baik. Tentu setiap kita merindukan bangsa kita tumbuh dan berkembang dengan pesat dan terhormat di mata bangsa lain. Hal ini sudah mulai terlihat dari fenomena kemunculan Jokowi-Ahok, Tri Rismaharini, dan Ridawan Kamil yang merupakan contoh pemimpin daerah dengan paket IQ,EQ,dan SQ yang seimbang.
Pustaka
http://yunitaastri.blogspot.com/2013/04/kecerdasaan-iteektual-iq-kecerdasan.html
http://otakkacau.net/2011/07/20/pengertian-potensi-diri-iq-eq-aq-dan-sq/